Sabtu, Mei 30, 2009

RENUNGAN BUAT DIRIKU SENDIRI


Pernahkah kita menghitung dosa yang kita lakukan dalam satu hari,  satu minggu, satu bulan, satu tahun, bahkan sepanjang usia kita?

Andaikan saja kita bersedia menyediakan kotak kosong, lalu kita masukkan
semua dosa-dosa yang kita lakukan, kira-kira, apa yang terjadi? Saya menduga kuat bahwa kotak tersebut tak berbentuk kotak lagi, karena tak mampu menahan muatan dosa kita.

Bukankah shalat kita masih "bolong-bolong"?
Bukankah shalat kita sering terlambat, dikerjakan mau habis waktunya dan tidak khusyuk? 

Bukankah kita pernah menahan hak faqir miskin?

Bukankah kita pernah, bahkan sering berbohong, mengingkari janji, bersumpah dengan sumpah yang palsu, bersikap munafiq, mencerca manusia, mengejeknya,menuduhnya, berburuk sangka padanya, iri hati, hasad, mengobarkan rasa benci membenci dan dendam pada seseorang?

Bukankah kita pernah merasa diri paling benar, paling pintar dari orang lain, riya', sombong, marah yang tak pada tempatnya, angkuh, congkak, hebat, dan tinggi dari orang lain?

Bukankah karena lidah kita, tangan kita, badan, kaki kita, mata dan hati kita pernah menyakiti manusia lainnya?

Bukankah kita pernah menyelipkan kertas amplop pada petugas demi untuk kelancaran urusan kita, bermanis muka, "lain di mulut lain di hati", bersikap munafik pada pejabat dan penguasa, menyandarkan urusan padanya, agar kita dipandang pegawai yang baik dan banyak kerja, pada hakikatnya banyak yang tidak kita kerjakan, malah kita asyik duduk di depan komputer  fesbukan, ym-an  dan melihat situs-situs yang tidak baik, menghabiskan waktu,  memakan harta yang tidak berhak kita makan, tanpa kita menyadarinya, bahwa hal itu bukan hak kita?

Bukankah kita pernah menerima uang yang tak jelas statusnya, sehingga pendapatan kita berlipat ganda?

Bukankah kita sering tak mau menolong orang yang meminta bantuan pada kita, menolong saudara kita yang dalam kesulitan, walaupun kita sanggup menolongnya?

Daftar ini akan bisa semakin sangat panjang bila diteruskan?
Lalu apa yang harus kita lakukan?

Allah SWT berfirman dalam surat Az Zumar (39 : 53)
"Katakanlah wahai hamba-hambaku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya (kecuali syirik). Sesungguhnya Dialah yang maha pengampun lagi maha penyayang."

Indah benar ayat ini, Allah menyapa kita dengan panggilan yang bernada teguran, namun tidak diikuti kalimat yang berbau murka. Justru Allah mengingatkan kita untuk tidak berputus asa dari rahmat Allah. Allahpun menjanjikan kita untuk mengampuni dosa-dosa kita.

Karena itu, kosongkanlah lagi kotak-kotak yang penuh tadi dengan taubat padaNya. Kita kembalikan kotak itu seperti keadaannya semula, kita kembalikan jiwa kita kepada jiwa yang fitri dan bersih. 

Jika kita punya onta lengkap dengan segala perabotannya, lalu tiba-tiba onta itu hilang, bukankah kita sedih?

Bagaimana pula jika onta itu tiba-tiba kembali berjalan menuju kita lengkap dengan segala perbekalannya, bukankah kita merasa bahagia?

Rasulullah SAW bersabda: "ketahuilah Allah akan lebih senang lagi melihat hambaNya yang berlumuran dosa kembali kepadaNya".

Allah berfirman :
"kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah padaNya, sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong lagi ". (Q.S. 39 : 54)

Seperti onta yang sesat jalan, dan mungkin telah tenggelam didasar lautan samudra, mengapa kita tak berusaha berjalan kembali menuju Allah, dan menangis di "kaki kebesaranNya", mengakui kesalahan kita, dan memohon  ampunanNya.

Wahai Allah yang kasih SayangNya lebih besar dari MurkaNya.  Ampuni kami ya Allah.

ULTAH GUNGWAH

Refreshing


Bersama istri dan keponakan refreshing ke Kaliurang & Kaliadem, tidak lupa membeli jadah tempe mbah Carik. Anak-anak tidak diajak, meski hari minggu .. ah susah emang skr ajak anak2 .. lha wong sudah gedhe² .. mereka punya acara sendiri² , maklum sudah SMP & mau SMA. 

Dila datang sabtu, tadinya mau pulang Solo .. tp aku janjikan jalan² .. dia mau saja tinggal. Meski terus kecewa, karena malamnya aku tidak sempat ajak jalan, capek ...

Jumat, Mei 29, 2009

STRATEGI PENINGKATAN EFEKTIFIVAS KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH

A. LATAR BELAKANG
Persaingan dalam dunia pendidikan secara global telah menuntut sekolah untuk selalu melakukan pembenahan pada berbagai bidang. Sekolah harus adaptif, adoptif dan antisipatif terhadap perkembangan yang ada dalam dunia pendidikan. Adaptif berarti sekolah harus mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Adoptif mengandung pengertian mengambil sebagian dari laju perkembangan ilmu pengetahuan sesuai dengan kebutuhan dunia pendidikan. Antisipatif mengandung pengertian adanya kemampuan sekolah untuk melakukan dan mempersiapkan respons atau tanggapan atas suatu gejala perkembangan pendidikan. 
Sekolah harus mengatur pengelolaan sekolah sesuai dengan perkembangan dunia di sekelilingnya baik dunia industri, dunia usaha maupun dunia teknologi. Sekolah harus mau mengambil manfaat ilmu pengetahuan yang datang dari luar sekolah agar bisa bersaing dengan laju perkembangan teknologi yang ada. Sekolah harus mampu membuat prediksi peluang masa depan serta mengantisipasi hal-hal positif maupun negatif yang berkaitan dengan dunia pendidikan. Girma (1997) dalam penelitiannya mengatakan bahwa pendidikan adalah proses pengajaran yang bersifat sistematis bagi siapa pun dalam pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam kehidupan sosial.
Untuk mencapai tujuan pendidikan, kepala sekolah memiliki peran yang penting dan kedudukan pokok dalam membawa sekolah yang dipimpinnya mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas kepemimpinan kepala sekolah akan memiliki pengaruh yang cukup besar dalam menciptakan iklim kerja yang kondusif. Dengan demikian, semangat kerja maksimal dari seluruh komponen personal yang ada di sekolah diharapkan bisa terwujud. 

B. MAKSUD DAN TUJUAN
Makalah ini bertujuan untuk mengidentifikasi strategi dalam peningkatan efektivitas kepemimpinan kepala sekolah.

C. MANFAAT
Tulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan sumbangan sebagai berikut.
1. Manfaat teoretis, yaitu memberikan sumbangan terhadap perkembang ilmu terutama dalam kasanah pendidikan.
2. Manfaat praktis, yaitu memberikan masukan kepada instansi terkait dan berkompeten dengan permasalahan kepemimpinan kepala sekolah serta sekaligus memberikan masukan bagi kepala sekolah dan juga calon kepala sekolah.

D. KAJIAN LITERATUR
1. Kepemimpinan 
Kepemimpinan merupakan suatu konsep abstrak, tetapi hasilnya nyata. Kadangkala mengarah ke seni, tetapi seringkali berkaitan dengan ilmu. Namun demikian pada kenyataannya kepemimpinan itu merupakan seni sekaligus ilmu. Robbins (1991) mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan mempengaruhi sekelompok anggota agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan. Schriesheim dalam (Kreiner and Kinicki, 1992) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah proses pengaruh sosial di mana pemimpin mengupayakan partisipasi sukarela bawahannya dalam usaha mencapai tujuan organisasi. Gibson et. al (1998) memberikan definisi kepemimpinan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi motivasi atau kompetensi individu-individu lainnya dalam suatu kelompok. Sedangkan definisi yang dikemukakan oleh Goetsch dan Davis (1994) adalah kepemimpinan merupakan kemampuan untuk membangkitkan orang lain agar bersedia dan memiliki tanggung jawab total terhadap usaha mencapai atau melampaui tujuan organisasi. Henry Pratt Fairchild dalam (Kartono,1982) menyatakan bahwa pemimpin adalah seorang yang memimpin dengan jalan memprakarsai tingkah laku sosial dengan mengatur, mengarahkan, mengorganisir atau mengontrol usaha/ upaya orang lain, atau melalui prestise, kekuasaan atau posisi. 

2. Teori Kepemimpinan
G.R. Terry dalam Kartono (1982) mengemukakan sejumlah teori kepemimpinan, yaitu teori G.R.Terry sendiri ditambah dengan teori penulis lain sebagai berikut :
a. Teori Otokratis 
Kepemimpinan menurut teori ini didasarkan pada perintah-perintah, paksaan, dan tindakan tindakan yang arbitrer. Pemimpin melakukan pengawasan yang ketat agar semua pekerjaan berlangsung secara efisien. Kepemimpinan ini berorientasi pada struktur organisasi dan tugas-tugas.
b. Teori Psikologis
Teori ini menyatakan bahwa fungsi seorang pemimpin adalah memunculkan, mengembangkan sistem inovasi terbaik untuk merangsang kesediaan bekerja dari bawahan. Pemimpin merangsang bawahan agar mereka mau bekerja untuk mencapai sasaran-sasaran organisasi maupun untuk memenuhi kepentingan pribadi. 
c. Teori Sosiologis
Menurut teori ini, kepemimpinan dianggap sebagai usaha untuk melancarkan antar relasi dalam organisasi, menyelesaikan konflik organisatoris antara para pengikut sehingga tercapai kerjasama yang baik. Pemimpin menetapkan tujuan dengan mengikutsertakan para pengikut dalam pengambilan keputusan, memberikan petunjuk yang diperlukan pengikut untuk melakukan setiap tindakan yang berkaitan dengan kepentingan kelompok.
d. Teori Suportif
Para pengikut harus berusaha sekuat mungkin dan bekerja dengan penuh gairah, sedang pemimpin akan melakukan pembimbingan dengan sebaik-baiknya.  
e. Teori Laisez Faire
Pemimpin memiliki sedikit keterampilan teknis, tetapi karena karakternya yang lemah, tidak berpendirian serta tidak berprinsip mengakibatkan pemimpin tidak memiliki wibawa. 
f. Teori Kelakuan Pribadi
Teori ini menyatakan bahwa seorang pemimpin memiliki kelakuan yang kurang lebih sama yaitu: tidak melakukan tindakan yang identik sama dalam setiap situasi, yang dihadapi. 
g. Teori Sifat Orang-orang Besar 
Teori ini menyatakan bahwa pemimpin harus memiliki sifat-sifat unggul dan kualitas tinggi. Pemimpin seperti ini dharapkan mempunyai intelegensia tinggi, banyak inisiatif, energik, kedewasaan emosional, daya persuasif dan keterampilan,komunikatif, rasa percaya diri, peka , kreatif, partisipasi sosial tinggi, dan lain-lain.
h. Teori Humanistik / Populistik
Menurut teori ini, kepemimpinan memiliki fungsi merealisasikan kekebasan manusia dan memenuhi segenap kebutuhan melalui interaksi dengan bawahan.
i. Teori Situasi
Teori ini menjelaskan bahwa diperlukan fleksibilitas pada pemimpin untuk menyesuaikan diri terhadap tuntutan situasi dan lingkungan sekitar. Faktor lingkungan harus dijadikan tantangan untuk diatasi oleh pemimpin. Pemimpin harus bersifat multidimensional, serba bisa dan serba terampil agar mampu melibatkan diri dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang serba berubah. Teori ini beranggapan bahwa kepemimpinan terdiri atas tiga elemen dasar yaitu : pemimpin, pengikut, situasi. Oleh karena itu, situasi dianggap sebagai elemen paling penting karena memiliki paling banyak variabel. Kemampuan pemimpin dalam beriteraksi dengan situasi akan mempengaruhi keefektifan pemimpin dalam menjalankan tugas kepemimpinan.
3. Gaya Kepemimpinan Situasional 
Gaya kepemimpinan situasional sering disebut sebagai kepemimpinan yang tidak tetap atau kontingensi. Asumsi yang digunakan dalam pendekatan ini adalah bahwa tidak ada satu pun gaya kepemimpinan yang tepat bagi setiap pemimpin dalam segala kondisi. Oleh karena itu, gaya kepemimpinan situasional akan menerapkan gaya tertentu berdasarkan pertimbangan atas faktor-faktor pemimpin, pengikut, dan situasi.  
Hersey (1988) mengatakan bahwa gaya kepemimpinan seorang pemimpin adalah pola-pola perilaku seseorang yang ditunjukkan dalam usahanya mempengaruhi aktivitas seseorang yang dipimpin. Kepemimpinan situasional menurut Hersey dan Blanchard didasarkan pada adanya saling hubungan di antara hal-hal berikut ini, yaitu :
1. Jumlah petunjuk dan pengarahan yang diberikan oleh pemimpin,
2. Jumlah dukungan sosioemosional yang diberikan oleh pemimpin,
3. Tingkat kesiapan atau kematangan para pengikut yang ditunjukkan dalam melaksanakan tugas khusus, fungsi, atau tujuan tertentu.
Konsep ini melengkapi pemimpin dengan pemahaman dari hubungan antara gaya kepemimpinan yang efektif dan tingkat kematangan pengikutnya. Secara tegas, Hersey dalam (Siagian, 1988) mengatakan bahwa efektivitas kepemimpinan seseorang tergantung pada dua hal, yaitu pemilihan gaya kepemimpinan yang tepat untuk menghadapi situasi tertentu dan tingkat kematangan jiwa (kedewasaan) para bawahan yang dipimpin. Dua dimensi yang digunakan dalam teori ini adalah perilaku seorang pemimpin yang berkaitan dengan tugas-tugas kepemimpinan hubungan atasan-bawahan.
Dengan demikian, penekanan dalam kepemimpinan situasional terfokus pada perilaku pemimpin dan bawahannya saja. Dalam hubungannya dengan perilaku pemimpin ini , ada dua hal yang biasanya dilakukan terhadap bawahan atau pengikut, yaitu perilaku mengarahkan dan perilaku mendukung.
Perilaku mengarahkan dapat dikatakan sebagai sejauh mana seorang pemimpin terlibat dalam komunikasi satu arah seperti menetapkan peran pengikut, pekerjaan pengikut, tempat bekerja, cara melakukan pekerjaan, dan melakukan pengawasan kepada pengikut.

Perilaku mendukung mengukur sejauh mana seorang pemimpin melibatkan diri dalam komunikasi dua arah seperti mendengar, memberikan dukungan dan dorongan, memudahkan interaksi, melibatkan pengikut dalam pengambilan keputusan.

Pada gaya G1, pemimpin menunjukkan perilaku yang banyak memberikan pengarahan dan sedikit dukungan. Instruksi dari pemimpin tentang peranan dan tujuan secara spesifik disampaikan kepada bawahan dan diawasi secara ketat. Pada gaya G2, pemimpin menunjukkan perilaku yang banyak mengarahkan dan banyak memberikan dukungan. Pemimpin menjelaskan keputusan yang diambil dan mau menerima pendapat pengikutnya. Pemimpin tetap memberikan pengawasan dan pengarahan dalam penyelesaian tugas-tugas pengikut. Pada gaya G3, pemimpin menekankan pada pemberian banyak dukungan dan sedikit pengarahan. Keputusan disusun bersama-sama dengan bawahan dan mendukung usaha-usaha pengikut dalam penyelesaian tugas. Pada gaya G4, pemimpin sedikit memberikan dukungan dan sedikit pengarahan. Keputusan didelegasikan dan pengikut melaksanakan tugas serta tanggung jawab secara suka rela.

Taraf perkembangan berkaitan dengan kemampuan (ability) dan kemauan (willingness) bawahan untuk melaksanakan tugas tanpa pengawasan. Kemampuan adalah suatu fungsi dari pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari pendidikan, latihan, dan pengalaman. Kemauan adalah suatu fungsi dari kepercayaan diri dan dorongan semangat. atu hal yang menarik dalam teori ini adalah bahwa disamping bahasan tentang empat gaya di atas dalam menghadapi situasi tertentu, diketengahkan pula pandangan tentang empat tingkat kedewasaan para bawahan . Dengan demikian, kepemimpinan situasional berfokus pada kesesuaian atau efektivitas gaya kepemimpinan sejalan dengan kematangan atau perkembangan yang relevan dari para pengikut.

4. Efektivitas Kepemimpinan  

Kata efektif biasanya dipakai dalam kaitannya dengan manajemen dan pendidikan, misalnya efektivitas pengelolaan, efektivitas organisasi dan pendidikan, efektivitas program, dan lain-lain. Secara umum, efektivitas dihubungkan dengan pencapaian sasaran yang telah ditentukan atau perbandingan antara hasil nyata dengan hasil ideal.  
Levine dan Lezotte dalam White (1997) mengatakan bahwa ”A basic definition of effectiveness is the production of desired result or outcome ”. Efektivitas menunjuk kepada evaluasi terhadap proses yang menghasilkan suatu keluaran yang dapat diamati. Oleh karena itu, efektivitas dapat diartikan sebagai suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh tindakan atau usaha mendatangkan hasil dan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
  Untuk menentukan efektivitas terhadap sesuatu perlu dilakukan evaluasi. Dalam buku Administrasi Pendidikan (Depdikbud, 1977) efektivitas adalah kemampuan untuk menunjukkan suatu tujuan. Definisi tersebut secara eksplisit menyatakan bahwa efektivitas menunjuk pada kemampuan merealisasikan tujuan. 
Pada dasarnya, cara terbaik dalam meningkatkan efektivitas, menurut Stuers (1985) adalah dengan memperhatikan secara serempak tiga konsep yang saling berhubungan sebagai berikut. 
a. Optimasi Tujuan
  Efektivitas kepemimpinan bertumpu pada pencapaian tujuan. Kesuksesan program diukur menurut hasil yang diperoleh dalam suatu proses. Konsep ini tidak menilai sukses menurut pencapaian tujuan yang dicapai secara maksimal, melainkan mengenai sejumlah hambatan yang bisa dihindari dan menghalangi tujuan.
Orang yang menganut pendekatan ini menginginkan agar anggota tim memusatkan perhatian hanya pada tujuan yang ada. Perhatian yang tidak berkaitan dengan tujuan tidak dilakukan. Husaini (1998) mengatakan bahwa seorang pemimpin hendaklah memiliki keinginan yang kuat untuk mencapai tujuan. Pemimpin tidak memerlukan penghargaan terus-menerus dan tidak peduli dengan benar atau salah karena yang penting adalah mendapatkan kekuasaan.
b. Perspektif Sistem
  Perspektif sistem saling melengkapi dengan optimasi tujuan. Perspektif sistem memusatkan perhatian pada hubungan antara komponen di dalam dan di luar program. Komponen ini secara bersama akan mempengaruhi keberhasilan maupun kegagalan program.
c. Tekanan Perhatian pada Perilaku Manusia
  Perilaku manusia yang terlibat harus diteliti jika ingin memperoleh gambaran mengenai faktor-faktor penentu efektivitas. Jika bawahan menyetujui sasaran pemimpin atau jika sasaran organisasi cocok dengan kebutuhan anggota, akan mudahlah mencapai tujuan, demikian pula sebaliknya. Simpulan ini dapat di ambil karena adanya pengakuan nyata bahwa cara satu-satunya cara untuk mencapai tujuan adalah tingkah laku para anggota organisasi yang mendukung. Secara khusus dikatakan bahwa peningkatan aktivitas manusiawi atau aspek sosial yang lebih human dari seorang pemimpin akan meningkatkan efektivitas kepemimpinan yang dilakukan. Kartono (1982) menetapkan aktivitas manusiawi tersebut antara lain :
1. Terdapat iklim psikis yang mantap sehingga orang merasa aman dan senang bekerja;
2. Ada disiplin kerja, disiplin diri, rasa tanggung jawab, dan moral yang tinggi dalam organisasi;
3. Terdapat sikap saling mempercayai, kerjasama kooperatif, dan etik kerja yang tinggi;
4. Komunikasi formal dan informal yang lancar dan akrab;
5. ada kegairahan kerja dan loyalitas tinggi terhadap organisasi;
6. tidak banyak terdapat penyelewengan dalam organisasi; ada jaminan-jaminan sosial yang memuaskan.
  
4. Pengelolaan Tim
Kerja sama tim merupakan sebuah unsur fundamental dalam organisasi. Tim merupakan sekelompok orang yang memiliki tujuan bersama. Di dalamnya terdapat pemikiran dua orang atau lebih dan membentuk sinergi sehingga hasil keseluruhan jauh lebih baik daripada kalau dikerjakan sendiri. Keuntungan lain dari kerjasama tim adalah munculnya saling percaya dan saling kenal sehingga dapat saling membantu satu sama lain, antarbawahan atau juga antara bawahan dengan pemimpin.. Dengan adanya kerja sama yang baik, komunikasi sebagai salah satu pilar keberhasilan kerja sama tim akan bisa berlangsung dengan baik pula.
Seorang pemimpin – kepala sekolah – hendaknya mampu menciptakan kondisi atau iklim kerja yang sehat, kondusif bagi seluruh bagian yang ada di sekolah. Kepala sekolah harus mampu menjadi pencipta dan sekaligus pemelihara kesehatan iklim kerja sehingga seluruh tujuan yang diinginkan bisa tercapai. Kemampuan seperti ini akan sangat membantu peningkatan motivasi karyawan dalam berprestasi.
Bagaimana cara menciptakan iklim kerja yang sehat itu ? Lingkungan kerja yang sehat dapat tercipta jika kepala sekolah menerapkan pola pendelegasian tuntas. Tugas-tugas yang ada habis dibagi pada tingkat operasional. Tangung jawab terhadap tugas-tugas diberikan secara penuh kepada orang-orang yang telah ditugasi. Akan tetapi, kepala sekolah harus tetap memegang kendali pengawasan dan pembimbingan sehingga seluruh mekanisme kerja dapat terpantau. 
Elsbree dalam Burhanudin (19908) menyatakan bahwa “(1) The principal should be capable of exercising this kind of leadership than most order persons in education, and (2) appropiate precervice preparation and in service experience enhance that capability. “ Atau secara sederhana dapat dikatakan bahwa (1) kepala sekolah (pemimpin) seharusnya memiliki kemampuan yang lebih tinggi daripada orang-orang yang dipimpinnya terutama dalam melaksanakan kepemimpinan di bidang pendidikan. Dengan demikian, kepala sekolah perlu (2), memiliki persiapan dan mendapatkan pembinaan yang mantap.
Dari hal-hal di atas dapatlah disimpulkan bahwa pemimpin harus memiliki kelebihan dari anggota-anggota lainnya. Dengan kelebihan-kelebihan tersebut pemimpin bisa berwibawa dan dipatuhi bawahannya. Kelebihan-kelebihan tersebut meliputi kelebihan di bidang moral dan akhlak, semangat juang, ketajaman inleligensi, kepekaan terhadap lingkungan, dan keuletan-keuletan (ausdauer) serta memiliki integritas kepribadian tinggi sehingga pemimpin menjadi dewasa, matang, bertangung jawab, dan susila. (Kartono,1982)
Di samping itu, Elsbree juga mengungkapkan bahwa keberhasilan pemimpin dalam mengelola tim sangat tergantung pada faktor-faktor :
a. Karakteristik kelompok yang dipimpin. Ini berarti bahwa karakter kelompok akan mempengarugi keberhasilan pemimpin dalam menggerakkan kelompoknya. Bisa dicontohkan di sini bahwa seorang pemimpin yang terampil dalam teknik kepemimpinan demokratis harus berusaha menggalang kerja sama kelompok yang sudah terbiasa dengan kepemimpinan otoriter.
b. Tujuan-tujuan kelompok. Proses kepemimpinan akan terhambat jika tujuan yang dimiliki pemimpin tidak bersesuaian dengan tujuan yang diperjuangkan oleh kelompok.
c. Pengetahuan yang dimiliki kelompok. Salah satu tugas pemimpin di sini adalah membantu kelompoknya untuk mendapatkan dan menguasai pengetahuan yang dituntut. Hal ini berarti bahwa keberhasilan anggota kelompok dalam melaksanakan tugas sangat ditentukan oleh tingkat pengetahuan yang mereka miliki terutama tentang bidang yang sedang mereka kerjakan.
d. Moral kelompok. Yang dimaksud moral kelompok di sini adalah tabiat kelompok organisasi yang menunjukkan tingkah laku menyokong tujuan organisasi yang akan dicapai. 
Dengan demikian, seorang pemimpin yang mampu memahami dan memenuhi syarat-syarat di atas akan dapat dengan mudah mengelola tim kerja yaitu bawahan dan staf pemimpin.

5. Keterampilan Pengelolaan Emosional
Kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan omosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi, dan pengaruh yang manusiawi. (Robert K Cooper, 1998)
Dari konsep di atas khususnya tentang emosi sebagai sumber energi, kita menjadi tahu bahwa emosi mampu membangkitkan tenaga lebih untuk diri sendiri maupun orang lain. Secara individu, kemampuan mengelola emosi akan mampu membangkitkan potensi diri sebagai media untuk bereksistensi. Eksistensi yang ada akan mampu mempengaruhi orang lain - bawahan -, rekan kerja sehingga apa yang diharapkan bersama akan dapat tercapai. Begitu pula kemampuan seorang pemimpin dalam mengelola emosi akan mampu membuat orang lain tidak merasa berat untuk mengerjakan segala sesuatu yang telah disepakati bersama.

6. Paradigma Hubungan Antarindividu
Dalam rangka membentuk keanakbuahan (followership), terdapat enam paradigma dalam interaksi manusia yang harus diperhatikan. Keenam paradigma tersebut menurut Covey (1994) meliputi :
a. Menang/menang merupakan kerangka pikiran dan hati yang terus-menerus mencari-keuntungan bersama di dalam setiap interaksi manusia.
b. Menang/kalah adalah pendekatan otoriter yang berpendapat bahwa pemimpin harus selalu pada posisi yang benar.
c. Kalah/menang adalah kerangka berpikir dan hati yang selalu menjadi pecundang. Biasanya cepat menyenangkan atau memenuhi tuntutan orang lain. Karena kurang memiliki keberanian untuk mengungkapkan perasaan dan keyakinannya, pemimpin model seperti ini mudah diintimidasi oleh kekuatan ego orang lain.
d. Kalah/kalah adalah pendkatan yang terjadi bila kedua belah pihak yang berinteraksi bersifat keras kepala, egois. Hasil yang diperoleh adalah sama-sama kalah.
e. Menang adalah pendekatan yang menyatakan bahwa ”Saya tidak menginginkan orang lain kalah, tetapi yang pasti saya ingin menang, saya urus diri saya sendiri, Anda urus diri Anda sendiri. ”
f. Tidak ada transaksi adalah pendekatan yang tidak menghasilkan solusi sinergik antara kedua belah pihak. Masing-masing setuju untuk tidak mengadakan kesepakatan.

E. STRATEGI YANG DIUSULKAN
Kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu faktor penting yang diperlukan untuk pengembangan kualitas sebuah sekolah. Oleh karena itu, kepemimpinan kepala sekolah akan menjadi unsur khusus pada tingkatan sistem persekolahan. Prestasi kerja guru dan karyawan merupakan hal yang dapat dipakai sebagai tolok ukur efektivitas kepemimpinan kepala sekolah. Dengan adanya kepemimpinan kepala sekolah yang efektif, diharapkan semangat dan gairah kerja guru dan karyawan akan meningkat. Pada gilirannya akan meningkat pula produktivitas kerja guru dan karyawan sehinga akan terhindar dari tindakan-tindakan yang merugikan.
Dalam pelaksanaannya tidak semua kepala sekolah dalam mengelola sekolah yang dipimpinnya mampu berperan sesuai dengan fungsi yang sebenarnya sehinga dapat memperhatikan hal-hal seperti di atas. Banyak kepala sekolah yang terlalu memfokuskan diri pada kepemimpinan yang terlalu tenggelam dalam pengelolaan administrasi yang rutin. Oleh karena itu pada makalah ini diusulkan beberapa strategi peningkatan efektiviatas kepemimpinan kepala sekolah antara lain:
1. Penerapan kepemimpinan dengan pendekatan situasional secara konsisten. Hubungan antara pimpinan dan bawahan merupakan hal yang penting dalam semua organisasi. Berhasil tidaknya organisasi kerja sebagian besar ditentukan oleh sejauh mana pimpinan berhasil menggerakkan bawahan untuk mencapai tujuan organisasi. Pimpinan seharusnya menyadari bahwa keberlangsungan dan keberhasilan sebuah organisasi tidak hanya diukur dari tingginya hasil kerja baik kuantitas maupun kualitasnya, tetapi juga ditentukan oleh kondisi kerja fisik maupun psikis bawahannya. Di sinilah peran kepemimpinan kepala sekolah menjadi sangat penting dalam kerangka peningkatan kinerja organisasi.
2. Peran kepala sekolah yang tinggi terhadap pembinaan mutu, perilaku yang terpuji, dan sikap responsifnya dalam menangani persoalan yang timbul di sekolah akan meningkatkan iklim kehidupan sekolah. Strategi kepemimpinan dengan teladan oleh kepala sekolah, dapat meningkatan efektivitasnya dalam penggunaan pendekatan situasional.

F. KESIMPULAN
Kepala sekolah merupakan personal kependidikan yang memiliki peran besar dalam mencapai keberhasilan pengelolaan sekolah. Akan tetapi, pada posisi lain, guru memiliki peran yang besar dalam keberhasilan proses belajar mengajar di kelas. Kualitas kepemimpinan kepala sekolah yang di dalammya termasuk pula kepribadian, keterampilan dalam menangani masalah yang timbul di sekolah, kemampuan dalam menjalin hubungan antarmanusia serta gaya kepemimpinan situasional sangat menentukan dan memiliki pengaruh yang besar terhadap kualitas proses belajar mengajar di sekolah.  
Gaya kepemimpinan situasional dalam hal ini akan menentukan tingkat keberhasilan kepala sekolah dalam memimpin sekolah yang tampak dari apa yang dikerjakannya. Hal ini penting untuk dikedepankan karena yang telah dikerjakan kepala sekolah melalui kebijaksanaan yang ditetapkan akan mempengaruhi kondisi fisik maupun psikis guru dan karyawan lainnya. Guru akan dapat melaksanakan kegiatan belajar-mengajar, membangkitkan potensi siswa dan melaksanakan tugas dengan penuh rasa tanggung jawab apabila ia merasa puas terhadap kepemimpinan kepala sekolah. Oleh karena itu, efektivitas kepemimpinan kepala sekolah merupakan kunci keberhasilan pengelolaan sekolah dan gaya kepemimpinan situasional merupakan gaya yang paling tepat diterapkan.